Fakta Pilu, Kekerasan pada Anak oleh Anak
Tuturmama – Melihat maraknya kasus kekerasan pada anak oleh anak yang tayang di saluran televisi dan surat kabar membuatku risau. Meskipun belum menikah dan memiliki anak, aku tetap khawatir dengan masa depan generasi muda Indonesia. Banyak anak-anak yang tertindas oleh teman-teman mereka sendiri.
Entah itu tertindas di lingkungan sekolah maupun di lingkungan tempat tinggal. Kurangnya pengawasan orang tua mungkin menjadi salah satu faktor kekerasan yang terjadi antara anak-anak. Belakangan ini banyak beredar kasus yang melibatkan anak-anak sebagai pelaku kekerasan.
Sayangnya, banyak orang tua yang belum menyadari seberapa berbahayanya fenomena ini. Banyak orang tua yang tidak sadar, bahwa mental anak-anak mereka sedang terancam, dan yang mengancam adalah teman mereka sendiri.
Kekerasan tidak harus berupa tindakan pukul dan memukul, tapi lebih dari itu. Setiap perbuatan yang menimbulkan penderitaan, kesengsaraan, atau rasa tertekan secara fisik dan psikis termasuk tindak kekerasan. Termasuk perbuatan memaksa atau merampas kebebasan seseorang.
Moms, Ini 7 Cara Edukasi Pencegahan Kekerasan Seksual Pada Anak
Kekerasan tersebut banyak terjadi di lingkungan sekolah atau lingkungan bermain. Kekerasan di lingkungan sekolah lebih akrab dengan sebutan bullying atau perundungan. Jika tidak segera ditangani akibatnya bisa fatal, akan ada korban yang meninggal.
Seperti kasus bocah di Tasikmalaya yang meninggal karena depresi setelah dipaksa bersetubuh dengan kucing oleh teman-temannya. Tidakkah kejadian tersebut merupakan fakta pilu kekerasan pada anak oleh anak?
Bagaimana bisa seorang anak menindas anak lainnya dengan sekejam itu. Kasus bullying adalah bukti nyata bahwa kekerasan pada anak oleh anak nyata adanya. Kasus tersebut akan semakin marak jika orang tua dan tenaga pengajar tidak segera menyadari bahaya yang akan timbul dari tindakan bullying.
Upaya Mencegah Kekerasan pada Anak oleh Anak
Perilaku bullying/penindasan/perundungan di lingkungan sekolah bisa terjadi karena pelaku tidak memiliki rasa empati. Kurangnya rasa empati pada anak merupakan kesalahan orang tua. Kenapa? Karena orang tua yang bertanggung jawab mengajarkan anak untuk memiliki rasa empati, sikap toleransi, dan sifat penyayang.
Banyak juga kasus bullying yang terjadi karena pelaku pernah menjadi korban kekerasan di rumah. Selain itu, anggota keluarga yang abusive juga bisa menjadi alasan kuat kenapa seorang anak bisa menjadi pelaku bullying.
Penyebab lain yang bisa membuat seseorang menjadi pelaku bullying yaitu, tidak percaya diri (merasa posisinya terancam), terbiasa mengejek orang lain karena tidak punya rasa empati atau toleransi, ingin mendapat pengakuan bahwa dirinya kuat dan berkuasa, ingin menjadi populer, kurang perhatian orang tua, keadaan ekonomi keluarga, dan masih banyak lagi.
Namun, semua itu sebenarnya bisa dicegah jika saja orang tua dan guru sadar betapa pentingnya memberikan edukasi terkait bullying pada anak-anak. Ada beberapa cara yang bisa kita lakukan untuk mencegah terjadinya kekerasan pada anak oleh anak di sekolah.
Cara Mencegah Anak Menjadi Korban atau Pelaku Bullying
Cara pertama, jalinlah komunikasi yang baik dan intens dengan anak. Komunikasi adalah kunci keharmonisan dalam hidup. Membiasakan komunikasi dengan anak dapat membuat anak merasa nyaman bercerita pada kita, orang tuanya, sehingga mereka akan menceritakan semua hal yang terjadi dalam hidupnya.
Hal tersebut baik untuk mencegah terjadinya perundungan karena orang tua mengetahui apa saja yang terjadi pada anak. Komunikasi yang baik juga bisa mencegah anak menjadi korban atau pelaku bullying.
Selain menjalin komunikasi, cara selanjutnya untuk mencegah perundungan di lingkungan anak adalah dengan membangun karakternya sejak dini. Buah jatuh tidak jauh dari pohonnya merupakan perumpamaan yang tepat. Pelaku bullying bisa jadi mencontoh sikap dari orang tuanya di rumah.
Maka dari itu, penting untuk memberikan contoh yang baik di hadapan anak dan ajarkan anak untuk bersikap berani, percaya diri, mandiri dan gigih. Kemudian, yang terpenting, ajarkan anak bahwa mereka punya hak penuh atas diri mereka sendiri, dan mereka punya kebebasan. Kebebasan untuk melawan, kebebasan untuk berpendapat, dan kebebasan lainnya.
Ajarkan juga pada anak tentang pengertian bullying, contoh, dan cara mencegahnya. Kemudian, katakan pada anak bahwa perilaku bullying adalah tindakan tercela yang tidak pantas dilakukan. Sampaikan hal tersebut berulang-ulang dengan bahasa yang sederhana sampai anak mengerti.
Jumlah Anak-Anak Indonesia yang Menjadi Pelaku Bullying
Jika orang tua tidak mengajari anak pemahaman tentang perilaku bullying, akibatnya perilaku tersebut akan semakin marak dan mengancam masa depan generasi selanjutnya. Kasus bocah meninggal di Tasikmalaya hanya satu dari sekian banyak kasus kekerasan pada anak oleh anak.
Selama periode 2016 sampai 2020 saja ada 655 anak yang harus berhadapan dengan hukum karena menjadi pelaku kekerasan. Rinciannya, 506 anak melakukan kekerasan fisik dan 149 anak melakukan kekerasan psikis. Itu baru yang tercatat Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).
Percayalah, masih ada banyak kasus perundungan yang terjadi di lingkungan sekolah. Tidak semua korban bullying berani melapor ke pihak berwenang. Mereka lebih takut dengan ancaman pelaku sehingga tak jarang lebih memilih menutup mulut daripada melaporkan perundungan yang dialami.
Masalah kekerasan pada anak oleh anak bukan hanya menjadi tanggung jawab orang tua dan keluarga, tetapi juga lembaga pendidikan. Sebab di ranah pendidikanlah kasus kekerasan banyak terjadi. Jadi, selain mengajarkan anak tentang bullying dan membangun karakternya, pilihkan juga sekolah yang baik untuk mereka. Cara tersebut termasuk ke dalam upaya meminimalisir angka kasus kekerasan pada anak di Indonesia.
Sumber Gambar: shutterstock.com
Masih Banyak Korban Bullying padahal Kemerdekaan RI Sudah Ulang Tahun Ke-77
0 Comments