Kemerdekaan bagi Ainun

Published by Dafina Kamilia on

TuturmamaKEMERDEKAAN BAGI AINUN

Namanya Ainun, guru pertama yang menyodorkan tangannya untuk menyalami saya ketika menjadi guru baru di sekolah ini. Saya lupa nama lengkapnya, tapi saya memanggilnya Bu Ain. Dia selalu menoleh saat saya memanggilnya demikian.

Dia bilang, sejak saya memanggilnya begitu, semua orang jadi ikutan memanggilnya seperti itu. Saya cuma tersenyum dengan wajah tanpa dosa, soalnya ketika ia bercerita, ekspresinya tidak menunjukkan raut kesal atau marah, malah terkesan geli dan senang.

Bu Ainun ini orangnya super ramah. Keramahan yang ia berikan pada orang lain memang begitu adanya. Tutur katanya selalu enak didengar, selalu runtut, dan jelas maksud yang ingin disampaikan. Apa mungkin karena ia seorang guru Bahasa Indonesia, ya? Bisa jadi.

Saya senang berteman dengannya karena selain ramah, orangnya pun jujur, tapi tetap menjaga kata-kata ketika hendak menyampaikan suatu kebenaran. Kata-kata yang keluar dari mulutnya tidak pernah sekali pun menyinggung perasaan orang lain. Selama saya berteman dengannya, hanya kata-kata baik yang selalu saya dengar, bahkan ketika ia sedang menegur seorang murid sekalipun.

Kata-katanya seperti satu perangkat kalimat yang sudah disusun sebelumnya, kata-kata yang akan membuat seorang murid paling bandel menunduk diam tidak berkutik. Hal lain yang saya kagumi darinya adalah cara kerjanya yang sangat profesional. Ia sangat mengerti kondisi setiap murid-muridnya.

Ia hafal dengan kebiasaan baik dan buruk setiap anak. Misalnya, ketika ada kegiatan sekolah dan sekolah wajib menyediakan paket makanan berat sebagai konsumsi kami semua, ia ingat untuk menyediakan penganan roti untuk salah seorang murid, karena si murid ini tidak bisa mengonsumsi nasi! Luar biasa sekali menurut saya, bahkan untuk kepentingan satu orang murid dari sekian ratus, ia tetap ingat.

Kisah Seorang Guru, Saksi Bullying Salah Sasaran

Kemerdekaan bagi Ainun

Kinerjanya sebagai seorang guru dan juga karyawan dari yayasan tempat kami bekerja tidak diragukan lagi. Pihak yayasan pun sangat mengakui kepiawaiannya dalam menangani banyak hal di sekolah. Urusan kepanitiaan acara-acara sekolah selalu ia laksanakan dengan baik, acara ujian nasional, acara idul adha, acara milad sekolah, acara penerimaan murid baru, acara buka bersama, acara diklat bagi murid, acara diklat bagi guru, dan sederet nama acara lainnya yang selalu mulus sampai akhir.

Guru dan karyawan lain pun turut membantu, namun saya perhatikan ketika kami menghadapi kesulitan dan membutuhkan seseorang untuk bertanya, yang pertama kami datangi pastilah Bu Ainun. Ajaibnya, ia selalu memiliki solusi untuk setiap masalah, memiliki jawaban untuk setiap pertanyaan. Performanya tidak pernah mengecewakan!

Seorang teman bertanya seperti apa Bu Ainun itu? Saya jawab, orangnya baik, gesit, gaya dan cara mengajarnya menyenangkan. Teman saya itu memotong perkataan saya dengan bertanya ulang seperti apa penampilan Bu Ainun ini, siapa tahu ia bisa mengenalinya apabila bertemu di jalan.

Saya termenung sejenak sebelum menjawab pertanyaan itu, lalu dengan hati-hati saya menjawab, Bu Ainun itu bertubuh di atas rata-rata. Bu Ainun ini bertubuh lebih tinggi dan lebih besar, mungkin satu setengah kali lebih berat dari berat badan saya secara keseluruhan. Warna kulitnya memang tidak terbilang putih.

Ia sama seperti kebanyakan wanita Indonesia lainnya yang berkulit gelap, namun sedikit lebih gelap lagi, tetapi bukan hitam. Ia bukannya tidak mau menurunkan berat badan, tetapi ia memiliki suatu penyakit yang membuatnya terhalang untuk melakukan diet sehingga sulit untuk mengalami penurunan berat badan.

Kemerdekaan bagi Ainun

Saya segera mengingatkan teman yang bertanya untuk tidak membayangkan seorang perempuan bertubuh besar dengan langkah terseok karena keberatan tubuh. Tidak! Bu Ainun tidak seperti itu. Ia selalu bergerak gesit, ceria, dan energik.

Siapa pun tidak akan menyangka dengan bobot tubuh seperti itu ia bisa bergerak demikian mudahnya ke sana kemari. Ia selalu tampak sibuk dengan satu atau dua bahkan tiga pekerjaan sekaligus dalam sekali waktu. Bisakah kalian membayangkan betapa sibuk dirinya sehari-hari ketika berada di sekolah?

Hal lain yang membuat saya terpana setiap melihatnya adalah bahwa ia melakukan semuanya dengan wajah ceria. Matanya selalu berbinar semangat, tidak henti memancarkan vibrasi positif kepada kami semua. Gerak fisiknya pun seperti tidak pernah kekurangan energi.

Tangannya selalu sibuk bergerak mengerjakan sesuatu. Langkah kakinya berderap ke segala penjuru sekolah mengurus ini dan itu. Sering kali saya tidak mengetahui ia sedang mengerjakan apa saking sibuknya ia ke sana kemari.

Dalam satu kesempatan saya pernah bertanya padanya mengapa banyak sekali pekerjaan yang harus ia lakukan dalam satu hari? Ia menjawab, “Saya lebih suka begini, Bu Fin, bergerak ke sana kemari mengerjakan banyak hal dan pikiran saya fokus pada pekerjaan, sebab kalau tidak, pikiran saya akan berkelana ke sana kemari tanpa tujuan, dan ujung-ujungnya saya akan teringat dengan permasalahan-permasalahan hidup yang tidak ingin saya pikirkan,” begitu katanya.

Sekilas, di ujung kalimatnya, saya menangkap getar yang getir. Samar, namun entah mengapa saya bisa menangkapnya. Kilau di matanya pun meredup sejenak. Ada kepedihan yang tersembunyi di sana.

Saya tidak berkata lebih jauh, bahkan untuk bertanya pun tidak berani. Semua orang memiliki permasalahan hidup, tapi tidak semua orang berkenan membagikan permasalahan hidupnya dengan orang lain.

Ummu Asy-Syifa, Guru Perempuan Pertama dalam Sejarah Islam

Kemerdekaan bagi Ainun

Pada suatu hari, sehabis mengisi jadwal mengajar, saya menuju ke ruang guru, dan di sana saya hanya melihat Bu Ainun seorang diri, sedang duduk termenung di meja kerjanya. Saya menghampiri bermaksud menyapa dan sekadar bercengkerama, namun saya terkejut karena Bu Ainun terlihat tidak seperti biasanya. Ia terlihat sedih, murung, dan sama sekali berbeda dengan Bu Ainun yang biasa saya lihat sehari-hari.

Langkah kaki saya terhenti dan saya bermaksud mundur perlahan untuk menjauh, tetapi tidak jadi karena tiba-tiba saya melihat bahu Bu Ainun terguncang perlahan. Ia menangis! Mata saya refleks melihat ke arah jam dinding ruang guru. Pukul 11.32, sebentar lagi waktu istirahat siang, guru-guru akan segera memasuki ruangan ini.

Insting saya mengatakan bahwa saya harus membawa Bu Ainun menjauh dari pandangan guru-guru lain. Saya bergegas menghampirinya, memeluk bahunya perlahan dan berbisik, “Kita pindah ke ruang tamu, yuk, Bu. Sebentar lagi teman-teman akan masuk ke ruangan ini,” saya berbisik sehalus mungkin.

Bu Ainun mengangguk, masih dalam tangisnya. Ia menurut ketika saya bimbing memasuki ruang tamu melalui pintu tembus dari ruang guru ini. Saya menuntunnya menuju sofa di ruangan itu hingga ia duduk di atasnya, lantas saya buru-buru mengunci pintu tembus yang kami lalui tadi.

Saya juga tidak lupa mengirim pesan ke salah satu teman guru yang lain mengenai keadaan dan posisi kami dan memintanya untuk merahasiakan situasi ini. Bu Ainun terduduk lesu. Ekspresi wajahnya sangat muram. Saya duduk di sofa yang sama lalu memeluk bahunya untuk memberi kekuatan.

Kemerdekaan bagi Ainun

“Menangis saja kalau ingin menangis, Bu. Kita aman di sini, tidak akan ada yang mengganggu,” bisik saya padanya. Bu Ainun mengangguk lemah. Bibirnya memaksakan untuk mengulas senyum tanda terima kasih.

“Kalau mau bercerita, saya siap mendengarkan. Tidak bercerita pun tidak apa-apa, yang penting hati Bu Ainun lega dan gundah hati berkurang atau bahkan hilang,” kata saya menambahkan. Bu Ainun hanya mengangguk perlahan.

Kami berdiam di dalam ruangan itu lebih kurang lima belas menit. Kami hanya diam saja, tidak berkata apa-apa. Bu Ainun tampak ingin mencurahkan perasaan hatinya namun sepertinya ia tidak sanggup, atau belum sanggup.

Saya hanya menepuk-nepuk bahunya menguatkan, sama sekali tidak memaksanya untuk menceritakan masalahnya. Saya murni hanya menemaninya saja. Beberapa minggu sejak kejadian tersebut, barulah Bu Ainun menceritakan apa yang sebenarnya terjadi.

Itu pun Bu Ainun sendiri yang datang kepada saya untuk menceritakannya. Saya sama sekali tidak berkata apa-apa mengenai kejadian di hari itu. Saya ikut menangis setelah mendengar ceritanya. Ternyata Bu Ainun mendapati bahwa selama ini suaminya mengkhianatinya.

Di belakangnya, sang suami menjalin kasih dengan seorang perempuan melalui media sosial. Bu Ainun mengetahuinya setelah tanpa sengaja ia membuka akun media sosial suaminya yang terlupa di-logout. Dari sanalah Bu Ainun mengetahui semuanya.

Hatinya hancur mendapati kenyataan bahwa selama ini suaminya telah menggunakan uang tabungan yang disimpan Bu Ainun untuk membiayai perempuan itu. Dari ceritanya pula saya mengetahui bahwa selama ini Bu Ainun menjadi tulang punggung keluarga karena suaminya tidak memiliki pekerjaan tetap dan hanya kerja serabutan ke sana kemari tanpa hasil yang tentu.

Kemerdekaan bagi Ainun

Sekarang saya paham kenapa Bu Ainun selalu terlihat sibuk mengerjakan ini dan itu bahkan pekerjaan yang di luar job-desc-nya. Pekerjaan-pekerjaan itu memberi uang tambahan yang sangat berarti bagi kelangsungan hidup Bu Ainun dan keluarga. Hatiku tersayat mengetahui kenyataan ini.

Seorang perempuan harus berjibaku di luar rumah untuk menghidupi keluarga, sementara si suami hidup ongkang-ongkang, malah berbuat serong di belakangnya. Sungguh menjijikan!

Bu Ainun sudah mengambil keputusan untuk bersikap tegas kali ini. Ia memutuskan untuk menggugat cerai! Saya mendukungnya seratus persen, karena saya pikir Bu Ainun sudah terlalu lama menderita akibat ulah suaminya ini.

Seorang istri layak diperlakukan dengan sangat baik oleh laki-laki yang menjadi suaminya. Seorang perempuan, apalagi seorang istri yang juga seorang ibu, yang sudah bekerja keras untuk keluarga padahal itu bukan tugasnya, tidak sepatutnya diperlakukan secara sia-sia seperti ini.

Saya jadi menggebu-gebu mendukung keputusan Bu Ainun untuk berpisah dari suaminya. Bu Ainun harus mendapatkan kehidupan yang lebih baik dari hasil jerih payah serta kerja kerasnya. Saya mendukung Bu Ainun untuk terbebas dan merdeka dari ikatan perkawinan yang timpang ini.

Saya mendukung Bu Ainun untuk lepas terbang bebas dari jeratan tidak manusiawi dari lelaki yang seharusnya memanjakannya. Bu Ainun berhak untuk mendapatkan kebebasannya. Merdeka untukmu, Bu Ainun!

Sumber Gambar: unsplash.com

Apa Tindakanmu Saat Mengetahui Suami Selingkuh?


0 Comments

Tinggalkan Balasan

Avatar placeholder

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

dhankasri hindisextube.net hot bhabi naked rebecca linares videos apacams.com www tamilsexvidoes lamalink sexindiantube.net chudi vidio sex mns indianpornsluts.com hd xnxxx shaving pussy indianbesttubeclips.com english blue sex video
savita bhabhi xvideos indianxtubes.com xxx bombay live adult tv desitubeporn.com mobikama telugu chines sex video indianpornsource.com video sex blue film sex chatroom indianpornmms.net old man xnxx aishwarya rai xxx videos bananocams.com sex hd
you tube xxx desixxxv.net xossip english stories sanchita shetty pakistaniporns.com mom sex video cfnm video greatxxxtube.com sex marathi videos mmm xxx indianpornv.com sexxxsex xvideosindia indianhardcoreporn.com ajmer sex video