Menjaga Kesehatan Mental Ibu Demi Kebahagiaan Keluarga
Tuturmama – Mengasuh anak generasi kekinian bukanlah hal yang mudah. Apalagi jika mama hanya sebagai pengasuh tunggal sedangkan papa sibuk bekerja. Jika lalai, bisa-bisa papa mengabaikan kesehatan mental ibu yang akan berdampak pada seluruh keluarga.
Sebagai istri yang suaminya sibuk bekerja, sudah pasti pengasuhan akan terasa berat dan melelahkan. Apalagi fenomenanya saat ini adalah anak-anak terbiasa mendapatkan beragam hal secara instant, sehingga enggan menunggu. Tanpa pengasuhan yang tepat, anak-anak akan menjadi generasi ‘Nobita’ yang selalu bergantung pada ‘teknologi Doraemon’.
Namun demikian, kita tak bisa kita melemparkan kesalahan pada anak. Orang tua tetap memiliki tanggung jawab utama dalam mendidik dan mengasuh anak agar menjadi generasi dengan adversity quotient (kecerdasan berjuang) tinggi.
Persoalannya kini, praktik paling mendasar agar generasi Z menjadi sosok yang good and smart, belum banyak dilakukan. Hal yang terjadi adalah kaum ibu menjadi kambing hitam ketika anak bersikap agresif dan gagal mencapai tugas perkembangan.
Kambing Hitam, Dampak Bagi Kesehatan Mental Ibu
Dapat kita ungkapkan bahwa kaum ibu sering banyak pihak persalahkan ketika anak-anak tumbuh dengan tidak wajar. Kebiasaan menyalahkan kaum ibu, sebenarnya merupakan rangkaian rantai yang amat sulit terputus dan berbahaya bagi kesehatan mental ibu.
Sejak kecil, kita mendapat doktrin bahwa yang memasak adalah ibu, mencuci adalah ibu, mengerjakan pekerjaan rumah tangga adalah ibu, melayani anak dan ayah adalah ibu; ringkasnya semua serba ibu!
Padahal, jika semua menjadi tanggung jawab seorang ibu, maka sangat bisa hal ini membuat seorang ibu menjadi mudah stres, marah, dan tertekan. Alhasil, kesehatan mental ibu bisa terganggu jika tak ada keadilan peran antara suami dan istri.
Jika semua kegiatan terpusat pada seorang ibu, maka anak pun akan merasakan kekaburan akan figur papa. Bila kegiatan anak hanya bersama ibu, pekerjaan rumah harus dilakukan ibu, lalu di mana sosok ayah?
Ayah hanya bekerja mencari uang, itu saja. Sepulang dari bekerja ia akan mendapatkan secangkir teh, makan, dan (harus) melihat rumah dalam kondisi rapi. Jika anak tiba-tiba menangis, tak jarang seorang ayah akan mempertanyakan kesungguhan ibu dalam mengasuh anak.
Kemarahan Papa, Kemarahan Ibu, dan Dampak Buruk Bagi Anak
Dalam interaksi yang keluarga yang serba ibu, dapat dipastikan seorang ibu alias mama akan mengalami kelelahan yang sangat. Rasa lelah ini lah yang memungkinkan ia tumbang, mungkin secara emosional. Kesehatan mental ibu akan terganggu sehingga cenderung mudah marah, bahkan menjawab rengekan anak dengan teriakan.
Konsekuensi logisnya, anak akan sering mendapat kemarahan dari ibu. Setiap hari, kemarahan semakin membukit dan menjadi tabungan deposito kejiwaan yang akan terambil otomatis ketika ada event yang tidak menyenangkan.
Sekarang ini, kita sudah mengalami suatu era, di mana kita begitu mudah marah terhadap suatu komentar atau berita. Salah satu sebabnya karena yang setiap hari kita dengar adalah kemarahan. Sehingga, tak sadar kita melakukan displacement, semacam pelampiasan kepada objek lain.
Kekerasan yang seorang ibu lakukan kepada anak tentu saja memiliki sebab. Meski mama menjadi orang yang tidak terima ketika sang anak dimarahi orang lain, namun ia justru yang melakukan kekerasan pada anak.
Kita sadari atau tidak, jika generasi ayah masa kini selalu melemparkan kesalahan pada kaum ibu, maka kesehatan mental ibu akan terganggu. Akibat dari hal ini adalah anak-anak akan menuai buah pahit.
Narasi Umum dalam Rumah Tangga
Mari kita simak narasi sederhana yang sering terjadi dalam sebuah rumah tangga:
Ayah menyalahkan ibu karena tidak mampu melakukan pekerjaan rumah tangga dengan sempurna. Ibu merasa kecewa dan tidak nyaman, ia merasa dirinya tidak berarti dan menjadi pendiam.
Melihat sang ibu yang berubah diam seribu bahasa, maka anak pun menjadi cemas; kenapa ibu diam dan merasa ketakutan? Maka anak pun menjadi resah.
Anak Remaja Butuh Orang Tua Sebagai Sahabat, Bukan yang Menggurui
Pertanyaannya, siapa yang menciptakan keresahan pada anak?
Ujung awal permasalahan ada pada; papa yang menyalahkan ibu sehingga menganggu kesehatan mental ibu.
Kini PR kita bersama adalah bagaimana cara mengembalikan keceriaan anak. Jalur singkatnya ialah, papa membahagiakan mama. Ketika mama menjadi bahagia maka anak pun akan memancarkan sinar keceriaan dari wajah, sikap, dan tutur kata.
Mama selalu bekerja sepanjang waktu. Tak hanya secara fisik, tetapi juga mental. Jika kita tak jua membangun komitmen untuk menyehatkan jiwa ibu dan membahagiakannya, maka negeri ini akan penuh oleh kaum ibu yang bersedih. Juga anak-anak yang mengalami ketakutan psikis.
Menjaga Kesehatan Mental Ibu
Ayah, sehatkanlah mental ibu. Buatlah ia bahagia, sebab kebahagiaan yang ia rasakan akan berimbas pada kebahagiaan anak. Selalulah mengapresiasi dari pada mencaci sebab ibu memiliki perasaan yang sangat sensitif.
Ibu yang bahagia akan mampu mengasuh dengan bahagia, sehingga memiliki limpahan energi untuk membahagiakan anak-anak dan mengasuh dengan ramah.
Meski mungkin ibu tidak menghasilkan Rupiah yang besar, namun ia menjadi tiang negara. Jika suatu kalangan ingin membuat sebuah negara menjadi buruk, cara yang paling mudah untuk dilakukan adalah dengan menganggu kesehatan mental ibu, membuat para ibu sedih, depresi, dan cemas.
Mempertahankan Ketahanan Hidup Anak Meski Memiliki Pengalaman Traumatis
Sebab dengan begitu, secara alami anak-anak akan mengalami mental yang lemah. Sehingga hancurlah tiang negara sekaligus generasi penerusnya.
Dalam kisah-kisah kenabian yang bijak, terungkap bahwa Rasulullah saw. tak segan membantu pekerjaan istrinya. Semua itu beliau lakukan sebagai bentuk akhlak mulia yang tidak pernah sekalipun mampu menjatuhkan harga dirinya.
Justru dalam sikap kepedulian seorang suami kepada istri, terangkum selaksa cinta yang tangguh. Pada gilirannya, hal itu akan menjadi pondasi keluarga yang tangguh dan berfungsi penuh. Keluarga yang mampu melahirkan anak-anak yang bahagia, mencintai produktivitas, dan memiliki daya juang.
Bagaimanapun juga, ayah memiliki peran dalam membahagiakan ibu. Sebab mereka adalah belahan jiwa yang tak terpisahkan untuk mengasuh generasi Z sehingga tumbuh menjadi hebat dan tangguh.
Sudah saatnya, papa memberikan kebahagiaan untuk mama agar bisa menjadi sumber kabahagiaan bagi anak. Papa tak harus memberikan uang banyak, berjuta cara sederhana bisa papa lakukan untuk menjaga kesehatan mental ibu.
Mama akan senang dan bahagia jika papa menyayangnya, menghargainya, memberikan pujian secara tulus, dan menerimanya secara utuh dan penuh. Dengan berbuat baik kepada mama, artinya papa juga berbuat baik kepada anak-anak.
Sumber Gambar: freepik.com
0 Comments