Memasuki Bulan Juni, Membaca Lagi Hujan Bulan Juni Karya Sapardi Djoko Damono
Tuturmama – Apa yang terlintas di kepala saat mendengar bulan Juni akan segera tiba? Sebagian orang pasti akan tersebisit di benaknya soal puisi mahakarya Sapardi Djoko Darmono, hujan bulan Juni. Ini merupakan salah satu hari penting bulan Juni, yakni puisi hujan bulan Juni.
Novel Hujan Bulan Juni ini merupakan sebuah buku karangan Sapardi Djoko Damono. Novel ini telah berhasil terbit pada tahun 2015 oleh penerbit Gramedia Pusaka Utama. Selain itu buku ini juga telah cetak ulang beberapa kali.
Jika sudah pernah membacanya, kita akan tahu bahwa novel Hujan Bulan Juni berisi tentang kisah percintaan Sarwono dan Pingkan. Novel ini berisi manis pahitnya hubungan keduanya selama menjalani hubungan percintaan.
Bahkan novel ini juga telah di adaptasi menjadi sebuah film pada tahun 2017 dengan judul yang sama. Siapa yang tak mengetahui mahakarya puisi yang cukup fenomenal ini?
Sapardi Djoko Damono merupakan seorang sastrawan Indonesia yang sangat terkenal dan menjadi guru besar pensiunan Universitas Indonesia sejak 2005. Ia juga sebagai sosok guru besar tetap pada Pascasarjana Institut Kesenian Jakarta pada tahun 2009.
Dalam novel ini kita akan menemukan kata “hujan” yang begitu spesifik. Di mana pastinya akan mengingatan kita dengan sebuah puisi karya Sapardi Djoko Damono yang berjudul “Aku Ingin”.
Puisi ini sering kali kita temui dalam kutipan-kutipan cerita ataupun ungkapan kata-kata yang melambangkan sebuah keromantisan cinta. Sehingga mmeunculkan keromantisan yang begitu khusus dan tidak terduga.
Hujan Bulan Juni
Jika kalian belum pernah membaca puisinya atau ingin membacanya lagi, berikut adalah kutipan puisi ini. Simak saja, yuk!
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana,
dengan kata yang tak sempat diucapkan kayu kepada api yang menjadikannya abu.
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana,
dengan isyarat yang tak sempat disampaikan awan kepada hujan yang menjadikannya tiada.
Nah, bagaimana? Sederhana namun puisi ini memiliki kesan yang mendalam dan indah untuk kita pahami maknanya, bukan?
Dari kutipan puisi ini kita pasti akan mengingat tentang novel Sapardi Djoko Damono yang berjudul Hujan Bulan Juni. Kisah cinta antara Sarwono dan Pingkan yang terhalang berbagai macam hal, seperti perbedaan agama, suku, pertentangan dari keluarga, dan hubungan jarak jauh.
Kisah dalam Puisi
Novel Hujan Bulan Juni mengisahkan tentang Sarwono yang merupakan orang Jawa asli yang sekarang bekerja menjadi salah satu dosen Antropolog di Universitas Indonesia. Sementara Pingkan adalah keturunan campuran Jawa dengan Manado yang juga seorang dosen Sastra Jepang di Universitas Indonesia.
Cerita awal novel ini berkisah dari Sarwono yang pertama kali menganal Pingkan. Hal ini karena Pingkan adalah adik dari temannya yang bernama Toar. Sarwono dan Toar sudah berteman sejak SMP saat di Solo.
Banyak rintangan yang harus mereka hadapi berdua karena adanya beberapa perbedaan. Namun pembawaan dalam ceritanya terkesan santai dengan cerita-cerita percakapan yang ringan. Yakni yang membuat hubungan antara Sarwono dan Pinkan menjadi terasa romantis.
Permasalahan pertama muncul saat Sarwono dan Pingkan mendapatkan kabar bahwa Pingkan harus pergi ke Jepang melanjutkan studinya. Ia menjadi delegasi dari kampusnya dan mengikuti perintah dari prodinya.
Di sini Sarwono merasa sedih karena harus berpisah dengan Pingkan dengan jarak yang jauh dan waktu yang lama. Begitu pula yang Pingkan rasakan yang juga merasa sedih. Namun mau bagaimanapun hal tersebut tidak bisa mereka hindari, dan Pingkan harus pergi ke Jepang.
Kata BMKG Soal Cuaca Panas Indonesia, Apakah Boleh Minum Air Es?
Sarwono dalam hatinya merasa jengkel karena Pingkan harus ke Jepang dan bertemu dengan Katsuo yang sebelumnya pernah studi di Indonesia. Ia merupakan seorang mahasiswa yang sangat populer di kalangannya. Selain itu, Pingkan juga dekat dengan Katsuo.
Semakin jengkel Sarwono karena tau bahwa Katsuo juga akan bekerja sama dengan Pingkan saat di Jepang. Hal ini karena Katsuo juga seorang dosen di sana.
Masalah demi masalah
Permasalahan kedua muncul saat Sarwono berkunjung ke rumah Bibi Henny, tante dari Pingkan. Dalam permasalahan selanjutnya hal ini menjadi semakin rumit karena dari keluarga Pingkan tidak setuju pada hubungan mereka.
Selain itu keluarga Pingkan juga mendesak dirinya untuk mau menikah dengan dosen muda yang telah kenal di Manado, yaitu Tumbelaka. Namun Pingkan tetap menolak saran dari Bibi Henny tersebut dan memilih kekasihnya.
Sebernarnya, di sini keluarga Pingkan tidak menyetujui hubungannya dengan Sarwono karena perbedaan agama dan suku. Mereka tidak mau Pingkan seperti bapak dan ibunya yang juga orang Manado dan mendapat jodoh orang Jawa.
Mereka berharap supaya Pingkan tinggal di Manado saja, bukan kembali ke Jakarta atau Solo ikut dengan Sarwono. Sehingga keberangkatan Pingkan yang seharusnya masih beberapa bulan lagi maju untuk segera berangkat ke Jepang.
Hal ini kemudian membuat Sarwono mau tak mau harus melepaskan Pingkan pergi darinya. Namun sebelum keberangkatan Pingkan, Sarwono telah bertemu dangan ibunda Pingkan dan membicarakan tentang keseriusan Sarwono untuk menikahi putrinya.
Sebuah kejutan karena ibunda Pingkan justru merestui hubungan mereka, walau keluarga yang lain tidak menyetujuinya.
Waktu demi waktu
Beberapa waktu berlalu sejak jarak memisahkan mereka antara Indonesia dengan Jepang. Sarwono sebenarnya sekarang sedang tidak baik-baik saja dengan keadaan. Hal ini karenadia merasa tidak sehat dan masih harus bertahan dengan kerinduannya kepada Pingkan.
Suatu ketika, Pingkan telah pulang ke Indonesia dan ingin segera bertemu dengan Sarwono. Akan tetapi Pingkan justru mendapat kabar buruk tentang kondisi Sarwono yang sedang kritis. Ia mendaoat perawatan di rumah sakit di Solo karena sakit paru-paru basah.
Pingkan langsung pergi ke Solo untuk menemui Sarwono. Namun sesampainya di sana Pingkan tidak dapat bertemu dengan Sarwono, dan hanya dapat bertemu dengan ibu Sarwono.
Saat bertemu dengan ibu Sarwono, Pingkan mendapat sebuah koran titipan dari Sarwono kepada ibunya. Dalam Koran itu tertulis tiga sajak puisi karya Sarwono yang telah koran muat.
Dalam novel Hujan Bulan Juni ini memiliki desain sampul atau cover yang sangat keren, dengan tulisan yang mendapat efek luntur seperti terkena air hujan.
RA Kartini: Pejuang Emansipasi Perempuan Indonesia 21 April 2022
Novel ini juga memiliki cerita yang tidak mudah kita tebak. Akan tetapi, dalam novel cerita yang ada, masih memiliki akhir yang tanggung dan akan berlanjut dalam novel selanjutnya yang berjudul Pingkan Melipat Jarak.
Siap membaca novel selanjutnya dari hujan Bulan Juni? Nah, membaca dapat menjaga kesehatan mental dan menjadikan seseorang lebih pandai, loh. Membaca juga bisa menjadi metode dalam mendidik anak yang baik.
Sumber Gambar: Instagram @aluna__senja