Cerpen : Kisah Lara Mencintai dan Mengikhlaskan

Published by Sundari Nur Apriliani on

Tuturmama – Di sudut ruang penuh pernak-pernik, kain warna-warni digantung di sana-sini, segala makanan tersaji di hadapan, orang-orang berbicara bahagia penuh canda perihal dua insan yang saling mencintai. Di sudut kamar seorang perempuan duduk menunggu penuh cemas, sesekali ia remas jemari tangannya pun memilin-milin kain bajunya.

Namun, sesekali ia tersenyum menatap cermin, ada bahagia di sana. Di tempat lain seorang pemuda banting tulang mencari uang untuk menghidupi seorang insan. Keringat bercucuran, tubuh tak dapat lagi menopang lelah. Namun, sesekali ia terdiam mengawang dan tersenyum penuh makna. Tubuhnya kembali bergerak dengan semangat.

Tidak lama sebuah pesan bertuliskan namaku hadir di depan pintu. Kuajak masuk menikmati dalamnya lautan sendu. Aku termangu. Tidak ingin berlama-lama tenggelam dalam sendu, aku bangkit duduk di meja kerjaku. Kupandangi pena yang tergeletak lemah di hadapanku. Aku merangkulnya, memeluknya penuh erat.

“Wahai penaku, aku tahu kamu begitu lelah menulis segala kisah. Namun, sekali lagi saja kerahkan kekuatanmu membantuku, menuliskan satu kisah yang akan kulupa.”

Baca Juga: Nulis di Tuturmama Bisa Dapat Cuan!

Pena itu kembali bangkit, menajamkan ujungnya menghampiriku dan berkata, “Wahai saudaraku, sesungguhnya aku tak sanggup menulis sepatah kata yang menyayat itu. Tubuhku patah, sahabatku pun tak sanggup menampung kata-kata itu, tubuhnya terkoyak hancur lebur,”

Aku terdiam, ternyata tidak semudah itu, “Namun, kami tahu hati dan pikiranmu lebih tak sanggup menampung segalanya. Kami akan berjuang sampai titik darah penghabisan.” Perlahan pena mulai menggoreskan kata-kata, keringat bercucuran, kata-kata ditampung kertas.

Aku beranjak meninggalkan kisah yang kutitipkan. Aku terdiam menatap rumah seberang, linang hadir membasahi bumi.

“Saudaraku, kau tak berhak menjatuhkan satu linang pun. Itu milikku, semua linang milikku!” Langit berbicara lewat gemuruh.

“Silakan, ambillah! Aku takkan menjatuhkan satu tetespun. Sudah kukuras habis bersama kisah yang kutitipkan.” Aku beranjak tidur. Besok akan menjadi hari yang panjang.

Pagi menjelang, genderang semakin pecah di pendengaran, anak-anak sibuk berlarian, saatnya menghilang dari sebuah kehidupan. Gaun putih sudah melekat, riasan sederhana menampilkan bahagia, saatnya beranjak. Di depan gerbang yang dihiasi bunga di setiap sisinya, aku terdiam.

Baca Juga: Kisah Sedihku Menikah karena Perjodohan Orangtua

Tiba-tiba kaki tak sanggup melangkah. Kuembuskan napas sambil menata dan memantapkan hati. Sudah saatnya, jangan lagi ada keraguan. Di sana, di sofa putih yang hanya diperuntukkan bagi mereka seorang.

Dua insan yang saling mencintai. Kulihat senyum yang dahulu akrab di mataku, kini senyum ceria itu adalah milik mereka. Kulangkahkan kaki, kupegang erat kisah ini sampai saatnya tiba untuk kulepaskan.

“Hai!” Kalimat paling bodoh untuk dilontarkan.

“Hai, Lara. Terima kasih sudah bersedia datang di sini.” Ujarnya sambil bangkit dari duduknya dengan senyum khas yang merekah. Mata yang hitam pekat, tapi tajam selalu berhasil menenggelamkanku.

“Tentu, Alden. Kau mengundangku, bagaimana bisa aku tidak datang,” Senyumku merekah melontarkan candaan, “dan … maaf menoreh luka berkepanjangan di hatimu. Kulihat kau sudah menemukan penawarnya.”

Ucapku bersalah dan tersenyum di akhir kalimat sambil menoreh pada Lili—perempuan pendamping Alden. Lili perempuan yang kalem, ramah, dan lembut, tidak heran Alden mencintai dia.

“Tidak perlu ada kata maaf. Aku baik-baik saja. Kuharap kau juga demikian. Bukankah begitu? Kau akan menemukan yang lebih baik daripada aku, Ra. Sesuatu yang benar-benar pasti bukan hanya singgah.”

Baca Juga: Kisah Ibu Mengasuh Anak Adopsi: Nada yang Dicintai

“Tentu, Al. Terima kasih. Selamat atas pernikahan kalian. Semoga bahagia selalu dan segera diberikan momongan.” Tangan kami bertautan, kisah ini kulepaskan, senyum ini kutampakan, selamat kuucapkan.

Dalam langkah meninggalkan semua, kulihat kau membuka lembar kisahku. Aku tersenyum dan hilang tanpa ingin tahu raut yang kau tampilkan. Biarlah apa pun itu, kau sudah mengambil sebuah keputusan yang tepat.

Teruntuk: Ralden Dwianggara

Hati kita pernah sama-sama terluka
Sama-sama patah hancur lebur
Kau memunguti, aku menangisi

Selamat malam kamu yang pernah kutinggal berlalu, mencari sesuatu yang baru atau bahkan malah tetap menunggu. Sesuatu yang belum tentu dan bahkan masih abu. Aku menjadi serpihan-serpihan daun kering menunggu jatuh. Segala yang ditunggu membuatku rapuh dan layu.

Tertawalah wahai kamu yang pernah kutinggal berlalu. Aku tinggalkan kamu untuk sesuatu yang masih abu dan aku mendapatkan sesuatu menusuk jantung.

Apa ini yang sama kau rasa kala kutinggal jauh? Atau bahkan lebih rapuh?

Maaf… seandainya ada kata yang lebih pantas. Sungguh ‘kan kuucap. Namun, hanya kata itu yang kutahu lebih pantas dan harus kusampaikan.

Baca Juga: Ibu Ingin Cepat Pulang, Nak

Apa kau kecewa sebab aku yang membuat jarak?

Aku hanya tidak ingin membuat luka semakin duka. Cukup sebuah belati kutancap di hati. Jangan sampai lebih. Kumohon, aku jauh bukan berarti mengasingimu. Namun, tak ingin menambah rapuh.

Dulu, sekarang, sampai detik ini sebelum kau megucap ijab kobul, aku juga mencintaimu. Aku… mencintaimu Alden. Kata yang tak pernah dapat aku lontarkan. Tapi tidak dengan esok. Sebab esok kau bukan lagi untukku. Aku tak berhak lagi mencintaimu.

Aku sudah mengikhlaskanmu, Alden. Bergerak maju bukan berarti melupakan kan. Namun, ikhlas dan memaafkan adalah jawaban. Aku mengikhlaskanmu bersama pilihanmu dan memaafkan diriku sendiri agar kenangan itu tidak menjadi dinding kokoh yang terus memerangkapku. Salam pada rumah nyatamu.

Semoga kau berbahagia, langgeng sampai tua, sampai maut memisahkan, dan segera mendapat momongan. Sampai bertemu di masa depan, jika Tuhan mengizinkan aku mencintai dirimu.

Salam,
Lara Alberuni

Sore itu di Stasiun Bandung, Lara duduk di kursi penumpang jurusan Bandung-Yogyakarta tersenyum lega melepaskan Alden yang terus menghantui. Kisah Lara mencintai Alden hilang bersama senja sore ini di Bandung.

Mentari benar-benar tahu caranya mengucapkan selamat tinggal, memeluk Lara dengan penuh kehangatan sampai menyisakan dingin berkepanjangan.

Sumber Gambar: freepik.com

dhankasri hindisextube.net hot bhabi naked rebecca linares videos apacams.com www tamilsexvidoes lamalink sexindiantube.net chudi vidio sex mns indianpornsluts.com hd xnxxx shaving pussy indianbesttubeclips.com english blue sex video
savita bhabhi xvideos indianxtubes.com xxx bombay live adult tv desitubeporn.com mobikama telugu chines sex video indianpornsource.com video sex blue film sex chatroom indianpornmms.net old man xnxx aishwarya rai xxx videos bananocams.com sex hd
you tube xxx desixxxv.net xossip english stories sanchita shetty pakistaniporns.com mom sex video cfnm video greatxxxtube.com sex marathi videos mmm xxx indianpornv.com sexxxsex xvideosindia indianhardcoreporn.com ajmer sex video