Mengasuh Anak tanpa Menekan
Tuturmama – Mengasuh anak seharusnya tidak perlu dilakukan dengan tekanan ataupun kekerasan. Anak adalah karunia dari Tuhan yang perlu orang tua jaga dengan penuh kasih dan sayang. Namun, kenyataannya tidak begitu sebab ada banyak orang tua yang bersikap menekan dan mengekang anak.
Termasuk orang tuaku, mereka menerapkan pola asuh yang menekanku untuk selalu sempurna dalam banyak hal. Dari mereka aku belajar bahwa mengasuh anak dengan menekan mereka akan berdampak buruk. Maka dari itu, aku tidak akan mengulangi kesalahan yang sama pada anakku.
Aku akan belajar menjadi orang tua yang mengasuh anak tanpa menekan mereka. Setiap orang tua pastinya selalu memiliki gaya pengasuhan yang berbeda-beda. Begitupun denganku yang mencoba menerapkan gaya pengasuhan terbaik versiku.
Selama masa kehamilan, sebelum si sulung lahir, aku telah membaca banyak referensi tentang pola asuh. Dari beberapa sumber bacaan tersebut, ada 4 jenis pola asuh yang bisa membentuk karakter anak. Dari 4 jenis pola asuh tersebut kemudian aku memilih satu yang menurutku paling cocok untuk anakku.
Empat jenis pola asuh tersebut merupakan pengembangan tipe pola asuh dari Baumrind. Mulai dari pola asuh permisif, pola asuh otoriter, pola asuh otoritatif, dan pola asuh abai. Keempat pola asuh tersebut memiliki karakteristik yang berbeda-beda.
Memilih Pola Asuh yang Tepat untuk Mengasuh Anak
Pola asuh permisif merupakan cara mengasuh anak di mana orang tua memosisikan diri sebagai teman. Pada pola asuh ini, orang tua akan berperan menjadi sahabat untuk sang anak dengan tujuan bisa membangun kelekatan emosional. Sayangnya, orang tua yang menerapkan pola asuh ini cenderung membiarkan anak melanggar aturan.
Aturan yang telah orang tua buat tidak berjalan dengan baik, karena mereka sendiri sering melanggarnya. Orang tua dengan gaya pengasuhan permisif membebaskan sang anak untuk melakukan hal yang mereka suka, tetapi kurang mengajarkan tanggung jawab. Orang tua dengan gaya pengasuhan ini juga tidak memiliki ekspektasi tinggi pada sang anak, sehingga ketika sang anak meraih prestasi mereka akan bersikap biasa saja.
Maka dari itu, banyak yang menyebut orang tua dengan pola asuh permisif terlalu baik. Setiap pola asuh memiliki kelebihan dan kekurangan, termasuk pola asuh permisif ini. Pola asuh jenis ini memiliki dampak negatif bagi anak.
Anak dengan pola asuh permisif akan memiliki kemampuan bersosialisasi yang rendah, kurang disiplin, tidak acuh terhadap pencapaian diri, dan tidak bisa mengatur waktunya sendiri. Berbeda dengan pola asuh otoriter, yaitu pola asuh di mana orang tua memgeang kuasa penuh atas anak.
Pada pola asuh otoriter, orang tua menerapkan aturan ketat yang wajib anak patuhi. Jika tidak, maka sang anak harus menerima konsekuensi berupa hukuman atau hal lain. Kelihatannya, pola asuh ini bagus untuk membuat anak memiliki sikap disiplin.
Mengasuh Anak dengan Pola Asuh yang Tepat
Namun, pada kenyatannya pola asuh ini bukan bertujuan untuk mendisiplinkan anak, melainkan membuat anak harus bersikap baik dan tidak mempermalukan orang tua. Gaya pengasuhan ini akan memaksa dan menekan anak untuk bertindak sesuai apa yang orang tua kehendaki. Bahkan, pola asuh ini tidak memberikan kesempatan pada anak untuk menyuarakan pendapatnya.
Orang tua dengan pola asuh ini berpikir bahwa mereka tidak perlu memberikan pilihan atau memberikan kesempatan pada anak. Alasannya, karena orang tua berpikir bahwa merekalah yang memegang kuasa penuh. Pada pola asuh ini, orang tua menaruh ekspektasi tinggi pada anak mereka dan menuntut sang anak harus berprestasi.
Tanpa memikirkan perasaan sang anak, orang tua hanya peduli pada citra diri mereka sendiri. Maka dari itu, gaya mengasuh anak jenis ini sangat tidak dianjurkan karena dapat membuat anak stres dan tertekan. Anak juga berpotensi menjadi pribadi yang agresif dan kasar, serta memiliki empati yang rendah.
Terkadang, mengasuh anak dengan cara otoriter seperti ini juga bisa membuat anak menjadi pemalu dan suka menyendiri. Mereka juga cenderung sering berbohong dan mengarang cerita demi menghindari hukuman. Itu kenapa gaya pengasuhan ini memiliki banyak dampak buruk.
Selanjutnya, ada pola asuh otoritatif, yaitu pola asuh yang berusaha mendisiplinkan anak tanpa memaksa anak bersikap baik. Orang tua dengan gaya pengasuhan otoritatif lebih luwes, demokratis, hangat, dan menghargai pendapat anak. Maka dari itu, pola asuh jenis ini bisa membentuk karakter anak lebih baik daripada pola asuh otoriter.
Pola Asuh Mana yang Mama Pilih?
Dalam pola asuh otoritatif orang tua juga memiliki peraturan, namun mereka menjelaskan kenapa peraturan tersebut mereka buat. Mereka juga menjelaskan kenapa snag anak harus menjalani peraturan tersebut dengan konsisten. Secara tidak langsung, orang tua mengajarkan tanggung jawab pada sang anak.
Dampaknya, anak akan tumbuh menjadi pribadi yang mandiri, mampu menyelesaikan masalah sendiri, dan dapat mengontrol emosinya. Berbeda dengan pola asuh abai yang membuat anak merasa hilang arah dan tidak punya tujuan pasti. Mereka juga kerap kesulitan dalam memecahkan masalah.
Cara mengasuh anak seperti ini menunjukkan adanya jarak secara emosional antara anak dan orang tua. Penyebabnya, karena orang tua dengan pola asuh abai cenderung tidak peduli pada kebutuhan anak, baik secara fisik maupun mental. Orang tua dengan pola asuh abai berpikir bahwa anak bisa mengurus dirinya sendiri, sehingga mereka tidak perlu turun tangan.
Dampak lain dari pola asuh ini yaitu anak memiliki kepercayaan diri yang rendah, mengalami kesulitan dalam bergaul, dan berpotensi melakukan kekerasan. Maka dari itu, aku sebagai seorang mama juga berusaha memilih pola asuh yang tepat untuk mengasuh anak pertamaku.
Karena dari 4 jenis pola asuh tersebut memiliki kekurangan dan kelebihan, maka aku mencoba untuk mengombinasikan beberapa gaya pengasuhan. Tujuannya agar aku bisa mengasuh anakku dengan sebaik mungkin tanpa membuatnya tertekan.
Sumber Gambar: istockphoto.com
0 Comments