Sepotong Bata Merah

Published by Desti Pratiwi on

TuturmamaSepotong Bata Merah

Aris menunggu. Itu adalah pekerjaannya akhir-akhir ini. Setiap sore ketika matahari mulai memancarkan semburat jingganya, setelah lelah bermain sepulang sekolah bersama teman-temannya, ia akan duduk di depan rumahnya yang reyot. Duduk termenung memandang ke ujung jalan, menunggu Bang Jon-nya pulang dari bekerja.

Tak ada lagi yang mampu ia kerjakan, ia hanya anak SD berusia 7 tahun yang senang bermain. Tetapi selain bermain, kini ia punya kebiasaan baru. Semenjak kakaknya―Bang Jon―bekerja di proyek pembangunan sebuah gedung tinggi di tengah kota, ia menjadi senang menunggunya pulang.

Katanya Bang Jon bekerja sebagai tukang angkut batu atau pasir di sana, bekerja di proyek pembangunan gedung megah milik seorang pengusaha dari luar negeri. Katanya, di tempat bekerja Bang Jon selalu lalu-lalang mobil-mobil besar, bata yang bertumpuk begitu banyak, serta tumpukan semen dan pasir, Bang Jon menyebutnya sebagai “surga alat dan bahan bangunan”.

Aris tahu itu dari Bang Jon yang pernah bercerita dengan semangat selepas pulang di hari pertamanya bekerja. Tetapi sebenarnya bukan itu yang menjadi alasan Aris senang menunggu. Ia menunggu oleh-oleh yang sejak seminggu terakhir mulai ia tagih pada kakaknya itu, sepotong batu bata.

Ya, setiap pulang bekerja, Bang Jon selalu membawa sepotong batu bata untuk menyenangkan adik satu-satunya yang cerewet itu. Katanya, adiknya itu ingin mengumpulkan bata-bata untuk menunaikan rencana yang telah ia susun. Rencana luar biasa dalam kepala kecilnya untuk membangun rumahnya sendiri.

Rencananya itu Aris temukan ketika mendengar ibunya terkadang mengeluh tentang rumahnya yang sudah reyot. Mengeluh ketika hujan turun, dan selalu bocor di mana-mana, meskipun genting rumahnya telah diperbaiki berkali-kali. Yah, rumah reyot dan sempit itu adalah peninggalan terakhir mendiang Ayahnya.

Sepotong Bata Merah

Jono―nama asli Bang Jon―hanya tersenyum dan mengiyakan apa pun yang menjadi rencana adiknya. Sepeninggal ayahnya, Jono tak lagi melanjutkan pendidikannya. Ia hanya tamatan SMP yang berkeinginan kuat untuk menyenangkan ibu dan adiknya.

Di usia remajanya ia memutuskan bekerja kasar atas ajakan dari tetangganya, Bang Opik, yang kala itu merasa iba pada keluarga Jono. Terlebih setelah ayahnya meninggal, ibunya menjadi pendiam dan jarang sekali tersenyum. Jono paham akan kepahitan hidupnya, ia dipaksa oleh keadaan untuk berpikir dewasa dan tidak boleh menjadi lemah.

Dulu, satu tahun yang lalu, ketika ayahnya masih ada dan bekerja keras untuk keluarga mereka, rumahnya selalu hidup dengan tawa ibunya, mereka jelas begitu bahagia meski hidup di rumah reyot dengan lingkungan kumuh dan gang-gang yang kadang menguarkan bau tidak sedap. Mereka bahagia hidup di balik gedung-gedung mewah yang menjulang tinggi seakan mengejek kehidupan mereka.

Tetapi itu dulu, sebelum ayahnya ditemukan tergeletak di depan rumah mereka dengan baju robek di mana-mana, kulitnya kotor, dan yang paling mengenaskan adalah wajah serta kepalanya penuh darah, menguarkan bau amis. Rambut ayahnya hitam kemerah-merahan, lengket oleh darahnya sendiri, jelas darahnya masih basah. Sebelum menghembuskan napasnya yang terakhir, ayahnya sempat mengatakan sesuatudengan suara tersendat dan patah-patah, “… peng-suran.”

Ayahnya mati mengenaskan di depan rumahnya sendiri, ibunya meraung memeluk jasad ayahnya. Para tetangga segera berhambur, berkerumun melihat kepedihan di pagi yang dingin. Rupanya kepedihan tak mengenal waktu untuk datang. Jono hanya diam, terkejut. Hingga sampai saat ini, ia tak tahu apa yang telah terjadi pada ayahnya, siapa pelakunya, tak ada satu pun yang tahu.

Sepotong Bata Merah

“Bang Jon!” Jono tersentak oleh panggilan itu.

“Bang Jon, sepotong lagi?” Jono paham. Aris kadang protes padanya yang hanya bisa membawa sepotong bata berwarna kuning. Apalah daya, ia tak mampu, lebih tepatnya tak boleh membawa bata yang masih bagus.

Bata yang ia bawa adalah bata yang berserakan dan sudah tidak terpakai lagi, tetapi di mata adiknya, bata itu begitu berharga. Meskipun protes, nyatanya Aris tetap menerimanya dengan senang, menumpuknya dengan bata yang lain yang sebelumnya sudah terkumpul di belakang rumah mereka.

“Itu yang paling keren. Sudah terkumpul berapa?”

“Keren! Ada sepuluh,” jawab Aris sambil mengangkat kesepuluh jarinya yang kecil.

Jono hanya terkekeh, merasa senang melihat senyuman adiknya. Rasa lelahnya serasa hilang, terlebih ujung matanya melihat ibunya yang berdiri tersenyum dekat pintu dapur, menyaksikan keakraban kedua anak lelakinya.

“Sedang menggambar apa?” tanya Jono pada Aris ketika melihat adiknya itu telungkup di atas tikar rombeng di lantai dingin kamar mereka. Ia ikut duduk bersila, memperhatikan dengan saksama apa yang sedang adiknya kerjakan. Inilah salah satu kegiatan mereka ketika malam tiba, sekadar mengobrol atau belajar bersama menuntaskan tugas sekolah Aris.

“Rumah impian,” menengadah, Aris menjawab dengan cengirannya yang khas dengan mata menyipit.

Aris mendapatkan ide menggambar itu ketika dua hari yang lalu untuk pertama kalinya ia memaksa ikut ke tempat bekerja kakaknya. Sepanjang perjalanan mereka menuju tempat bekerja Bang Jon, Aris tak henti-hentinya memperhatikan deretan rumah yang menurutnya sangat keren. Ia menghabiskan kurang lebih dua puluh menit hanya untuk menilai rumah mana yang akan ia jadikan contoh untuk rumah impiannya.

Sepotong Bata Merah

Tempat bekerja Bang Jon memang tidak terlalu jauh, hanya butuh sekitar 20-30 menit dengan berjalan kaki. Sesampainya di tempat bekerja Bang Jon, Aris menemukan rumah impiannya. Di dekat proyek pembangunan tempat Bang Jon bekerja, ia melihat rumah indah dengan halaman yang cukup luas dihiasi bunga-bunga dan air mancur.

Tetapi, bukan itu yang membuatnya tertarik, melainkan dindingnya yang berdiri kokoh dengan bata berwarna merah. Sekilas ia bingung karena belum pernah melihat bata berwarna seperti itu. Selama ini hanya yang berwarna kuning yang selalu Bang Jon bawa ke rumah.

Ah! Mungkin nanti ia bisa bertanya pada Bang Jon tentang bata berwarna merah itu, pikirnya. Sepanjang waktunya menunggui Bang Jon bekerja, Aris kecil hanya sibuk memperhatikan rumah itu. Menyimpannya baik-baik dalam kepala kecilnya. Ia memutuskan akan selalu ikut Bang Jon bekerja ketika sekolah libur.

“Selesai!” pekiknya riang.

Dengan semangat Aris menunjukkan gambar rumah impiannya ke hadapan kakaknya. Jono hanya tersenyum, rumah yang Aris gambar jelas sangat jauh dari gambaran rumah megah, hanya berbentuk kotak, dengan genting berbentuk segitiga, hiasan bunga-bunga, pagar, dua jendela, dan berwarna merah.

“Keren! Kenapa warnanya merah?”

“Ah iya, Bang Jon! Ini rumah yang mirip sama yang di deket tempat kerjanya Bang Jon. Di sana dindingnya pakai bata merah. Memangnya ada ya bata merah begitu? Atau itu pakai warna?” Seketika Aris teringat. Ia sama sekali belum menanyakan perihal dinding dengan bata merah ke Bang Jon-nya.

“Oh itu bata merah, kualitas paling keren, kuat. Nanti kalau ada, Bang Jon bawakan buat Aris.” Begitulah janji Jono pada adiknya.

Sepotong Bata Merah

Ia hanya tahu, bahwa adiknya begitu berambisi untuk membuat sebuah rumah impiannya suatu hari nanti. rumah yang kuat dan tidak pernah bocor, tidak seperti rumah mereka yang sekarang. Katanya, Bang Jon yang mengumpulkan uang dan bahannya, dan Aris yang akan membangunnya.

Jono hanya tertawa mendengar keinginan adiknya yang ia rasa mustahil, sebab bisa makan sehari-hari pun, rasanya sangat bersyukur bagi Jono. Malam itu Jono tidak pulang seperti biasanya, katanya harus bekerja hingga larut malam, mengingat pembangunan gedung yang harus selesai dengan cepat. Pemiliknya tiba-tiba menginginkan pembangunan dapat selesai lebih cepat dari waktu awal yang telah ditentukan.

Karenanya Aris hari itu tidak mendapat oleh-oleh dari Bang Jon-nya. Tetapi tidak mengapa, nyatanya Aris sudah merasa puas, sebab setelah berhari-hari merengek menagih janji, akhirnya kemarin Bang Jon membawakannya sepotong bata merah yang ia terima dengan mata berbinar. Lagi-lagi hanya sepotong, tetapi kata Bang Jon memang bata merah ukurannya hanya segitu.

Aris hanya percaya, nyengir lebar, dan menyimpan sepotong bata merahnya di atas lemari kecil di kamarnya, dekat gambar rumah impian yang ia tempel di permukaan dinding yang kusam dan berjamur. Semalaman sebelum tidur, tak henti-hentinya Aris memandangi gambar rumah dan sepotong bata merah kebanggaannya. Pikirnya, nanti bata merah lainnya pasti menyusul agar semakin banyak seperti sepotong bata kuning yang telah ia kumpulkan.

Hanya perlu waktu untuk bersabar demi mewujudkan impiannya, harapan seorang Aris kecil yang belum mengerti pahitnya hidup. Ia hanya Aris kecil yang penuh impian dan menjalaninya dengan penuh senyuman. Memejamkan mata, Aris kecil mulai menyusun rencana-rencana besar dalam kepala kecilnya hingga ia terlelap.

Sepotong Bata Merah

Tak habis kepahitan hidup ditelannya, kini kepanikan menerjang Jono, bahkan semua warga yang tinggal di perumahan kumuh itu. Subuh tadi, ia tersentak ketika dibangunkan secara paksa oleh teriakan Bang Opik yang memberitahunya kalau di daerah perumahan kumuh mereka akan ada penggusuran. Ia menginap di lokasi proyek pembangunan.

Jono tak mengerti, ia berjalan cepat nyaris berlari bersama para pekerja lainnya yang kebanyakan berusia jauh di atasnya. Mengingat sebagian besar buruh bangunan itu adalah penduduk perumahan kumuh di pinggiran kota itu. Mereka berjalan dengan muka tegang, ada yang mengumpat, bahkan berbicara dengan kemarahan yang menjanjikan. Tetapi, Jono hanya khawatir pada ibu dan adiknya, ia belum tahu apa yang telah terjadi pada tempat tinggalnya.

Sesampainya mereka, telah terlihat beberapa alat berat dan para petugas dengan pakaian khasnya yang tahun lalu sempat mampir ke tempat ini. Ya, setahun lalu sempat akan terjadi pula penggusuran pada tempat tinggal mereka, tepat sebelum ayah Jono tergeletak tak berdaya menjemput kematiannya. Syukurnya saat itu para petugas mengalah pada kemarahan warga yang tak ingin kehidupannya terenggut begitu saja.

Pagi itu, bahkan sebelum matahari merangkak naik, ketegangan mengudara, para warga berteriak marah. Sepertinya penggusuran kali ini benar-benar akan terjadi, tanpa pemberitahuan, tanpa persiapan. Para petugas telah merangsek masuk ke rumah-rumah warga, mengambil apa saja yang ada di dalamnya, mengangkutnya ke atas mobil.

Warga jelas marah, melawan, menangis tak terima. Anak-anak kecil meraung pada ibu mereka, para pemuda dan bapak-bapak mengacungkan benda tajam atau apa saja sebagai bentuk perlawanan. Aris kecil tersentak dari tidurnya, lekas membangunkan ibunya yang terbaring lemah di sampingnya. Jantungnya berdetak kencang, meski ia tak tahu apa yang sedang terjadi.

Sepotong Bata Merah

Aris kecil berlari ke pintu rumahnya, lantas segera bertemu dengan Jono yang juga baru sampai. Berkali-kali bertanya, “Ada apa?” pada Bang Jon-nya. Tetapi Jono hanya mengajaknya untuk pergi di tengah kepanikan yang melanda, segera mengajak ibunya yang terbaring tak berdaya.

“Ibu, ayo kita pergi saja, ke mana pun. Para keparat itu kembali lagi ke sini untuk mengambil rumah kita,” ajak Jono dengan kemarahan yang ia tahan, tetapi ibunya hanya berbaring, tak bertenaga.

Tahun lalu ia dapat merasa aman sebab ada suaminya yang berhasil mengusir petugas-petugas itu bersama para warga. Tetapi, sekarang ia tak yakin bahkan bisa melindungi anak-anaknya, ia yang begitu lemah tak ingin memberatkan kedua anaknya yang kecil.

“Kalian pergi saja, ibu tidak apa-apa. Selamatkan diri kalian, pergi dengan Bang Opik.” Begitulah kata ibunya dengan napas tersengal.

Kembali penyakitnya itu datang, ibunya kesesakan, tak kuasa berbicara dan memegangi dadanya yang kian sesak di tengah teriakan kemarahan warga di luar. Belum sempat Jono berbicara, dua orang petugas masuk dengan kasar ke rumah mereka, menarik Aris kecil yang berteriak melawan.

Kemarahan menggelegak dalam tubuh Jono bagai lahar yang siap menyembur, ia melawan, berteriak, mengambil apa pun yang dapat ia pukulkan pada petugas itu. Termasuk bata merah adiknya yang berhasil ia pukulkan pada kepala salah satu petugas, dan ia mendapat balasan berupa pukulan pada punggung kurusnya dari pentungan yang dibawa si petugas.

“Keparat! Pergi kalian!” teriak Jono marah.

Sepotong Bata Merah

Aris kecil tak mengerti, ia hanya menangis menyaksikan sepotong bata merahnya sedikit berlumur darah. Diinjak dan ditendang oleh orang yang ia tahu memakai seragam berwarna hitam dan sepatu bot yang keras. Aris kecil tak mengerti, ia hanya meraung menggenggam sisa kertas dari gambar rumah impiannya yang dirobek paksa oleh orang yang memaksa masuk ke rumah reyotnya.

Aris kecil tak mengerti, ia hanya merintih melihat ibunya sesak napas dengan tangan menggapai-gapai ke arahnya, kembali seperti manusia sekarat yang dicekik lehernya. Tubuh kecilnya ditarik paksa bersamaan dengan tubuh kurus Bang Jon yang meronta, meninggalkan ibu mereka yang masih terbaring lemah. Entah bagaimana nasibnya.

Harapan-harapan kecilnya berceceran di rumahnya yang sebentar lagi ambruk oleh hantaman kekacauan. Aris kecil tak mengerti, ia hanya menyaksikan dengan perasaan takut bagaimana para warga berteriak, debu mengepul di mana-mana, rumah-rumah runtuh. Matanya memerah, tubuh kecilnya yang gemetar ditarik paksa entah kemana.

Aris hanya tahu, ia masih menggenggam tangan kurus Bang Jon-nya yang begitu erat balas menggenggam tangannya. Ia kembali menangis, ibunya di mana?

Aris kecil hanya menunduk takut ketika ia dan Bang Jon dipaksa naik ke mobil bak kecil, beserta anak lainnya. Di sampingnya, Bang Jon merintih dengan wajah putus asa layaknya pejuang perang yang telah kalah. Bahu Bang Jon terkulai lemah dan rintihan terdengar lirih.

“Bang Jon, bata merah Aris,” tangisnya mengadu pada Jono yang putus asa.

Sumber Gambar: pavingblock.co.id


0 Comments

Tinggalkan Balasan

Avatar placeholder

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

dhankasri hindisextube.net hot bhabi naked rebecca linares videos apacams.com www tamilsexvidoes lamalink sexindiantube.net chudi vidio sex mns indianpornsluts.com hd xnxxx shaving pussy indianbesttubeclips.com english blue sex video
savita bhabhi xvideos indianxtubes.com xxx bombay live adult tv desitubeporn.com mobikama telugu chines sex video indianpornsource.com video sex blue film sex chatroom indianpornmms.net old man xnxx aishwarya rai xxx videos bananocams.com sex hd
you tube xxx desixxxv.net xossip english stories sanchita shetty pakistaniporns.com mom sex video cfnm video greatxxxtube.com sex marathi videos mmm xxx indianpornv.com sexxxsex xvideosindia indianhardcoreporn.com ajmer sex video