Survival Family, Hidup Primitif Tanpa Teknologi
Tuturmama ─ Hidup primitif tanpa teknologi bukanlah hal yang mudah. Apalagi di zaman modern seperti saat ini.
Manusia sudah terbiasa dengan alat-alat teknologi yang canggih. Sehingga hidup akan terasa sulit tanpa teknologi.
Seperti yang keluarga Yoshiyuki Suzuki alami. Mereka harus bertahan hidup tanpa teknologi sebab listrik di daerah tempat tinggal mereka padam.
Dalam film berjudul Survival Family yang rilis pada tahun 2016, keluarga Suzuki berjuang melanjutkan hidup secara primitif tanpa bantuan listrik dan teknologi.
Karena listrik mati total dan tidak ada alat teknologi yang dapat berfungsi, termasuk telepon pintar. Bahkan uang tidak bernilai dan hanya dianggap selembar kertas biasa. Orang-orang kembali ke sistem barter.
Survival Family merupakan film bergenre komedi/drama garapan Takashi Ishihara, Minami Ichikawa, dan Kiyoshi Nagai. Sutradara film ini ialah Shinobu Yaguchi, yang pernah meraih Penghargaan Akademi Jepang sebagai sutradara terbaik.
Para pemeran dalam film ini ialah Eri Fukatsu (Mitsui Suzuki), Wakana Aoi (Yui Suzuki), Fumiyo Kohinata (Yoshiyuki Suzuki), dan Yūki Izumisawa (Kenji Suzuki).
Turning Red, Rekomendasi Film Animasi yang Akan Temani Puasamu
Bertahan Hidup tanpa Teknologi
Pada suatu hari, terjadi pemadaman listrik di kota Tokyo tempat keluarga Suzuki tinggal.
Aktivitas tersendat dan berjalan tidak seperti biasanya, karena semua alat elektronik seperti komputer, mesin atm, lift, mobil, bahkan jam dinding tidak bisa berfungsi.
Kartu kredit dan juga atm tidak berguna. Warga hanya mengandalkan uang tunai sebagai alat transaksi.
Di hari itu, semua warga berlalu lintas dengan berjalan kaki karena tidak ada kendaraan yang dapat digunakan selain sepeda.
Makanan, minuman, lilin, dan korek api menjadi barang paling laris. Istri Suzuki yang berbelanja di swalayan bahkan tak kebagian bento yang hendak ia beli.
Sementara itu, Suzuki dan karyawan lainnya diizinkan untuk pulang karena tidak ada yang bisa dikerjakan di kantor.
Anak-anak sekolah pun diperbolehkan untuk pulang karena sekolah tidak bisa melangsungkan proses belajar mengajar dalam keadaan mati listrik.
Di perjalanan pulang, Suzuki terpaksa membeli sepeda. Sepeda itu merupakan sepeda terakhir yang tersisa di toko tersebut dan harganya naik drastis.
Pada malam hari, keadaan benar-benar gelap dan hanya lilin yang menjadi sumber pencahayaan.
Keran air dan toilet juga tidak dapat berfungsi.
Keluarga Suzuki kemudian memandangi langit penuh bintang yang sebelumnya tidak pernah mereka lihat.
Di hari ketiga, listrik tak kunjung menyala. Kantor Suzuki memutuskan meliburkan karyawannya. Bos Suzuki memberitahunya bahwa keadaan Tokyo yang seperti ini mulai tidak aman.
Bosnya kemudian berpamitan pada Suzuki untuk mencari sumber air di pegunungan bersama keluarganya.
Di tempat lain, istri Suzuki bersama warga mendatangi kantor PDAM terdekat. Namun, warga tak bisa mendapatkan air untuk mereka minum karena mesin air juga tidak dapat bekerja.
Rekomendasi Film yang Bisa Menemani Kamu selama Bulan Ramadan
Bersepeda Demi Bertahan Hidup
Dalam kurun waktu 7 hari, kota Tokyo menjadi kota mati. Para warga memutuskan untuk bermigrasi ke pelosok-pelosok desa.
Begitu pun dengan keluarga Suzuki. Mereka memutuskan untuk pindah ke rumah kakek mereka di Kagoshima.
Mereka berangkat pada esok hari dengan mengendarai sepeda menuju bandara yang terdapat di kota Kawasaki.
Sepanjang perjalanan mereka melihat penjual air mineral yang menjual dengan harga cukup mahal. Semakin jauh mereka mengayuh semakin mahal pula air mineral yang para pedagang jual.
Sesampainya di bandara, banyak orang yang juga berniat sama seperti keluarga Suzuki. Namun, semua yang berhubungan dengan listrik dan teknologi tidak bisa berfungsi termasuk pesawat terbang.
Kemudian, Suzuki memutuskan untuk mengajak keluarganya menginap di hotel meskipun biaya sewanya cukup mahal.
Di malam hari, Suzuki menyampaikan rencananya untuk pergi ke Kagoshima dengan bersepeda. Jarak dari Tokyo ke Kagoshima sangat jauh yaitu 850 mil.
Walaupun sempat mendapat penolakan dari putrinya, Suzuki dan keluarga tetap menjalankan rencana tersebut keesokan harinya.
Singkat cerita, di hari ke 16 Suzuki dan keluarga sampai di sebuah sungai dan memutuskan beristirahat di sungai itu.
Karena kehausan, Suzuki meminum air sungai yang mengalir karena bekal air minum mereka telah habis.
Setelah itu mereka melanjutkan perjalanan. Tetapi tiba-tiba hujan turun dengan deras dan mereka berteduh di bawah jembatan. Angin berhembus dengan kencang sampai menjatuhkan sepeda dan membuat barang-barang mereka berhamburan.
Barang-barang mereka hancur. Persediaan beras mereka juga tercecer dan bercampur dengan tanah.
Di saat seperti itu Suzuki tiba-tiba pingsan karena terkena demam. Anak-anak mereka, yaitu Kenji dan Yui dengan segera pergi menuju swalayan terdekat untuk mencari makanan dan minuman.
Sayangnya stok makanan dan minuman tidak tersisa. Lalu Yui mengambil makanan kucing kaleng untuk persediaan makanan. Sedangkan Kenji mengambil botol air aki isi ulang untuk persediaan minum.
Tips Bertahan Hidup
Di perjalanan, keluarga Suzuki bertemu dengan keluarga lain yang terlihat baik-baik saja. Kenji kemudian bertanya pada keluarga itu bagaimana mereka bisa mendapatkan air.
Keluarga itu menjawab bahwa mereka mendapatkan air dari pegunungan. Keluarga itu juga memberikan tips bertahan hidup pada keluarga Suzuki.
Mereka mengatakan bahwa serangga merupakan sumber protein yang tinggi untuk dikonsumsi. Dan untuk menggantikan sayur, kita bisa mengambil tanaman liar di pinggir jalan dan memasaknya.
Keluarga itu sudah terbiasa bertahan hidup di alam, sehingga mereka tidak merasa kesulitan. Di sisi lain, Suzuki terlihat tidak suka pada keluarga tersebut dan terus menjaga jarak.
Rekomendasi Film Romantis Terbaru untuk Pasangan Suami Istri
Selanjutnya, keluarga Suzuki memutuskan melanjutkan perjalanan menuju kota Osaka karena mereka mendengar rumor bahwa di Osaka tidak terjadi pemadaman listrik.
Ternyata rumor tersebut tidak benar. Osaka juga mengalami pemdaman listrik dan semua warganya meninggalkan kota itu.
Beberapa hari telah mereka lewati hingga akhirnya mereka bertemu dengan seorang kakek yang memberi mereka makan dan tempat tinggal sementara sebelum melanjtukan perjalanan ke Kagoshima.
Namun nahas, ketika di perjalanan, sepeda dan ayah mereka hanyut terbawa arus sungai. Akhirnya mereka melanjtukan perjalanan dengan berjalan kaki menyusuri rel kereta api sambil menangisi kepergian ayah mereka.
Tapi pada akhirnya mereka dipertemukan kembali dan berhasil sampai ke rumah kakek mereka di Kagoshima.
Dua tahun empat bulan telah berlalu. Suzuki dan Kenji menjadi nelayan, sementara Yui menenun kain di sanggar. Dan istri Suzuki berkebun bersama ayahnya. Mereka hidup primitif di desa.
Di suatu pagi tiba-tiba Suzuki mendengar suara jam alarm dari gudang dan ternyata listrik telah menyala.
Beberapa bulan kemudian kota Tokyo telah kembali normal, walaupun belum diketahui secara pasti penyebab listrik mati total secara global.
Film pun berakhir dengan bahagia.
Sumber Gambar: cultura.id